By. Albar Rahman
Entah
dari mana saya memulai tulisan sederhana ini. Mungkin karna sudah lama
tidak menulis dan belakanagan hanya berkutat dengan tugas-tugas kuliah
harus berbahasa baku, jadi maap jika ada kesan kaku nantinya hehehe. kok
kerasa pembukanya jadi serius amat. Lanjut, esay harian kali saya hanya
ingin berbagi tentang perjalanan singkat selama dua bulan dengan visi
misi ingin menanam pohon saja. Di sebuah bukit yang oleh masyarakat
kaliamantan utara tepatnya di Nunukan Kec. Seimanggaris dikenal sebagai
bukit Mayo. Bukit ini ketinggiannya hampir 1000 mdpl jika di Jawa
ketinggiannya hampir seperti wonosobo yang dijuluki sebagai negri di
atas awan. Sedikit gambaran tentang Bukit dingin di kalimantan ini, dan
tentunya memiliki banyak sumber air karna hutan-hutannya masih sangat
melimpah. Bukit ini sudah menjadi jalan poros provinsi dari Kalimantan
Utara menuju Kalimantan Timur melewati Sebuku, Malinau, Sekata, Berau,
Samarinda hingga Balikpapan. Jalurnya panjang dan tentunya Kalimantan
belum memiliki jalur kereta api seperti pulau jawa yang terhubung satu
sama lainnya.
Kembali,
dua bulan di bukit mayo ini berkesan karena banyak hal yang ditemukan
terutama melihat hutan kalimantan ternyata indah, kekayaan alamnya, dan
semua prahara tentang khatulistiwa yang hijau itu ber”surban”kan
awan-awan embun yang melilit hijaunya flora. Faunanya walau terancam
karena hutan industri dan tambang di sana, saya masih liat au-au-au
penduduk pendatang sekitatar menyebutnya sejenis orang hutan yang postur
tubuhnya lebih sedikit kecil. Para pendatang asyik berkebun, dan
mayoritas menjadikan kebun sawit sebagai komoditas utama karena adanya
kilang sawit di sekitaran.
Sejatinya
potensinya luar biasa, jika ada pengelolaan secara baik dengan bukit
yang memiliki ketinggian yang memadai, saya pikir ini baik untuk tanaman
lainnya tentunya. Salah satu contoh di belahan lainnya dari pulau
Kalimantan Utara ini di sana wilahnya Tanjung Selor yang tengah
dipersiapak terus pembangunan sebab dijadikan Ibu Kota Provinsi
Kalimantan Utara. Kita balik, Tanjung Selor ini misalnya tidak
bergantung pada satu komoditas, di sana ada petani pisang namanya pak.
Mansur memiliki 100 hektar tanah dan setiap harinya dia memiliki omset
puluhan juta. Kenapa tidak di bukit Mayo ini dengan awan dan kabut serta
mineral yang melimpah tidak membidik alternatif penghasilan lain yang
jauh lebih besar dampaknya terhadap melestarikan lingkungan terutama
mata airnya dengan menanam buah-buahan misalnya dan tentunya buah dengan
segala manfaatnya hemat saya akan jauh lebih berharga untuk jangka
panjangnya seiring bertambahnya populasi manusia yang silih berganti
berdatangan baik dari negeri sebrang alias Malaysia dan pendatang dari
pulau lain selaian Kalimantan.
Anggap
aja urain serius di atas bagian dari bentuk peduli pada kalimantan yang
menyimpan banyak kekayaan. Kekayaan alam tapi sedang "tertidur"
meyiapkan kekayaan pikiran manusianya. Pada perjalanan 2 bulan kali ini
setidaknya saya mengilhami satu spirit untuk terus belajar. Kelak kita
berjumpa lagi diperjumpaan paling indah di mana senja dan dewasanya diri
jadi satu. Dimana kita mampu memberi setelah lama berkelana dalam
belajar.
sekilas
perjalanan singkat saya semoga memberi ruang di imajinasi bahwa sudut
negri ada setitik cerita oleh sang putra yang mencintai ibu pertiwi
setulus hati. Sampai ketemu di lain kesempatan
No comments:
Post a Comment